Produktifitas Perikanan Pelagis di Selat Bali

18 05 2011

PPN Pengambengan – Bali, 13-18 April 2011

Tim:

Rudy Masuswo Purwoko
Andhika Prima Prasetyo

PENDAHULUAN

Secara umum diakui bahwa sumber utama terjadinya krisis perikanan global adalah buruknya tata kelola pemanfaatan sumberdaya ikan dan rendahnya kepatuhan terhadap implementasi kebijakan pengelolaannya. Eksploitasi berlebihan pada sumber daya perikanan adalah masalah serius yang dihadapi saat ini, berbagai kebijakan pengelolaan ditujukan untuk memperjuangan pemecahan masalah tersebut. Rumusan Seminar Nasional Peringatan Hari Pangan Sedunia 29 (2009) memberi solusi bagi sektor perikanan tangkap adalah mengendalikan perikanan tangkap dalam tingkat yang lestari, pengelolaan konservasi sumberdaya ikan, pemulihan sumberdaya ikan (fish stock enhancement).

Strategi pemulihan produktivitas perikanan berkaitan langsung dengan keberhasilan pengelolaan perikanan dan upaya pemulihan stok ikan. Secara umum,  tindakan yang perlu untuk  membangunan kembali stok adalah tidak berbeda, faktor pokok berhubungan dengan keberhasilan strategi pemulihan,  yakni:

1.      mengurangi mortalitas melalui pengurangan upaya penangkapan dan pengurangan bycatch sampai  moratorium apabila sangat dibutuhkan;

2.       mengurangi atau mengeliminasi degradasi lingkungan;

3.      meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan, sebagai contoh melalui stock enhancement dan rehabilitasi habitat.

Suatu prasyarat untuk membangunan kembali stok ikan dalam pendekatan ekosistem adalah rehabilitasi ekosistem. Di dalamnya termasuk penurunan tekanan penangkapan yang drastis atau adopsi lain tindakan pengelolaan untuk mengurangi kondisi-kondisi yang mendukung stock’s overexploitation & depletion.

Pengelolaan perikanan adalah mengelola manusia, yang melibatkan pertimbangan biologi, ekonomi, sosial dan politik. Masalah sumber daya ikan bukanlah semata mata masalah lingkungan melainkan masalah manusia yang timbul berkali kali diberbagai tempat dalam konteks politik, sosial, dan sistem ekonomi yang berbeda. ”Managing fisheries is managing people”, pemahaman perilaku nelayan adalah suatu kunci utama terhadap kesuksesan pengelolaan perikanan.  Kumpulan perilaku tentang armada penangkapan dapat diramalkan dan dikelola dengan insentif yang sesuai, serta untuk memperoleh keberlanjutan, akses perlu dibatasi dan pengembangan upaya penangkapan perlu dikendalikan.

Pengambengan sebagai salah satu sentra perikanan yang khas untuk komoditas lemuru di Indonesia, yakni di Selat Bali menjadikan PPN Pengambengan (PPNP) memiliki peran penting. PPNP terletak pada posisi 080 23’ 46” Lintang Selatan dan 1140 34’ 47” Bujur Timur, terletak di desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Propinsi BALI. Berjarak 9 KM dari Kota Negara dan 105 KM dari Kota Denpasar, menghadap ke Wilayah Pemanfaatan Perairan (WPP) 9 Samudera Hindia dan Selat Bali. PPNP merupakan pusat kegiatan perikanan rakyat terbesar di Bali dan merupakan salah satu Outerring Fishing Port yang tidak hanya dimanfaatkan oleh nelayan asal Bali tetapi juga oleh nelayan asal Jawa Timur dan diharapkan juga dari daerah lain di Indonesia dan internasional yang beroperasi di Selat Bali dan di Samudera Indonesia.

METODE

Survei ini dilakukan di PPN Pengambengan selama periode 13-18 Maret 2011. Pengumpulan data diperoleh dari statistik pelabuhan, cruise singkat (onboard observer) serta wawancara dengan stakeholders perikanan.

Keterangan:

Lokasi Survei

Gambar 1. Lokasi survey.

PPN Pengambengan

Pelabuhan Perikanan Pantai Pengambengan (PPPP) awal mulanya adalah PPI Pengambengan yang dibangun pada tahun 1976/1977 secara bertahap di kembangkan dan berdasarkan studi kelayakan oleh Fisheries Infrastructure Sector Project dengan Consultant Roger Consulting Marine Gmbh pada tahun 1988. PPPP dilengkapi dengan berbagai prasarana dan fasilitas darat antara lain turap, gedung TPI, bengkel, rumah genzet, tower air WC Umum, Balai Pertemuan Nelayan, kantor, mess operator, gudang es, tempat penimbangan ikan, sarana peribadatan, paving block, jalan lingkungan, tempat parkir, drainase dan pagar keliling, break water,  kolam labuh dan dermaga. Berdasarkan Surat Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor : B/2712/M.PAN/12/2005. Tanggal 30 Desember 2005. Hal Penataan organisasi unit pelaksana teknis dilingkungan Kemneterian Kelautan dan Perikanan. PPI Pengambengan berubah nama menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai Pengambengan (PPPP). Dan pada tahun 2010 PPN Pengambengan dinaikkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan (PPNP ).

PPNP terletak pada posisi 080 23’ 46” Lintang Selatan dan 1140 34’ 47” Bujur Timur, terletak di desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Propinsi BALI. Berjarak 9 KM dari Kota Negara dan 105 KM dari Kota Denpasar, menghadap ke Wilayah Pemanfaatan Perairan (WPP) 9 Samudera Hindia dan Selat Bali. PPNP merupakan pusat kegiatan perikanan rakyat terbesar di Bali dan merupakan salah satu Outerring Fishing Port yang tidak hanya dimanfaatkan oleh nelayan asal Bali tetapi juga oleh nelayan asal Jawa Timur dan diharapkan juga dari daerah lain di Indonesia dan internasional yang beroperasi di Selat Bali dan di Samudera Indonesia.

Diharapkan PPPP dapat melayani kegiatan operasi kapal-kapal penangkap ikan Indonesia maupun kapal-kapal penangkap ikan internasional. PPNP saat ini ditunjang oleh industri pengalengan ikan dan penepungan ikan berjumlah 14 unit (di luar komplek pelabuhan), industri pengolahan ikan rakyat berupa pengasinan/pengeringan ikan sebanyak 10 unit ( di dalam kawasan Pelabuhan ).

Sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan, PPNP mempunyai Tugas Pokok melaksanakan fasilitasi produksi dan pemasaran hasil Perikanan Tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya penangkapan untuk pelestariannya.

AKTIFITAS PENANGKAPAN

Perikanan di PPN Pengambengan berbasis pada komoditas lemuru di Selat Bali. Lemuru Sardinella lemuru (Bleeker, 1853) meruka spesies yang unik dan hanya di temukan di Selat Bali. Dalam memenfaatkan lemuru nelayan menggunakan pukat cincin. Metode operasi yang digunakan pukat cincin Pengambengan menggunakan sistem 2 kapal (2 boats system). Adapun pukat cincin yang berbasis di Pengambengan memiliki ukuran teknis kapal, sbb:
Nilai

P

L

D

PK

Max

21,00

5,50

1,85

30

Min

14,50

3,40

1,00

23

Masing-masing kapal memiliki fungsinya sendiri, nelayan umumnya menyebauk kapal jaring (atau kapal pemburu) dan kapal sleret. Kapal jaring berfungsi meletakkan jarring, melingkarkan jaring ke gerombolan ikan, penarikan jaring. Sedangkan kapal sleret berfungsi untuk menjaga posisi awal jaring dan menarik sleret/tali kerut/purse line. Hampir 3/4 ABK berada di kapal jaring, pemasangan mesin di kapal jaring hanya disatu sisi (kanan) berjumlah 4-5 buah, sedangkan pada kapal sleret mesin dipasang seimbang sebanyak 4 buah.

Berdasarkan data registrasi kapal dari satker PSDKP Pengambengan menunjukkan bahwa kapal yang dominan berlabuh di PPN Pengambengan ialahckapal dengan ukuran panjang 15-16 m; lebar 5-6 m; dalam 1-2 m; serta ukuran mesin kapal berukuran 29-30 PK.

Gambar 2. Kisaran dimensi kapal pukat cincin.

Ukuran 2 kapal yang digunakan dalam operasi memiliki ukuran yang hampir sama.  Adapun spesifikasi alat tangkap yang digunakan, sbb:

Panjang Jaring: 285 meter;

Dalam jarring: 113 meter

Ukuran mata jaring: ¾ inci;

Jumlah ring: 170 buah;

Jumlah pemberat: 234 buah @ 0,33 kg

Jumlah pelampung: 1425 buah

Gambar 3. Kapal pukat cincin yang berbasis di Pengambengan.

Karena daerah penangkapannya berada di Selat Bali, yang merupakan wilayah pengelolaan 2 provinsi, yakni Jawa Timur dan Bali. Salah satu cara pengelolaan, maka dibuatlah Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Timur dan Bali dengan nomor SKB No. 238/1992-647/1992 yang berisi, yaitu:

1.)    Membatasi jumlah kapal yang beroperasi sebanyak 273 unit, 83 unit untuk Bali dan 190 unit untuk Jawa Timur;ukuran kapal < 30 GT ;

2.)    Besar mata jaring pada bagian kantong adalah ukuran satu inci (2,54 cm) berdasarkan SK Mentan No. 123/Kpts/Um/3/1975. Ukuran maksimum pukat cincin adalah 300 m (panjang) dan 60 m (dalam); dan

3.)    Pembagian dua daerah penangkapan di perairan Selat Bali, yaitu Zona penangkapan I dialokasikan untuk alat-alat tangkap tradisional, dan Zona penangkapan II untuk alat-alat yang dapat bergerak dan kapal-kapal penangkapan yang lebih besar seperti pukat cincin.

Gambar 4. Pembagian lokasi pengelolaan (PPN Pengambengan, 2011)

PRODUKTIFITAS

Produktivitas ialah nilai produksi berdasarkan upaya yang telah dilakukan, umumnya kita mengenal CPUE (catch per unit effort) sebagai parameter produktifitas. Upaya yang dimaksud dapat berupa jumlah alat tangkap, jumlah kapal, jumlah trip, jumlah haul, dll. Selanjutnya hasil analisis data produktifitas perikanan PPN Pengambangan menunjukkan tren penurunan produktifitas. Penurunan drastic terjadi pada tahun 2010 hal tersebut membuat kegiatan perikanan di Pengambengan terpuruk, hanya sedikit kapal yang melakukan penangkapan dan hasil tangkapannya dominan ikan tongkol yang berukuran panjang 21-25 cm dan berat 123,3-152,3 gram. Hal tersebut didukung oleh data tren penurunan CPUE lemuru yang merupakan spesies dominan tangkapan pukat cincin. Tidak hanya penurunan terhadap CPUE, upaya penangkapan pun mengalami penurunan. Hal tesebut disebabkan hasil penjualan hasil tangkapan tidak sepadan dengan biaya operasional yang harus dikeluarkan. Hasil penelitian Purwanto (2010) menjelaskan bahwa produktifitas di Selat Bali khususnya untuk komoditas lemuru dipengaruhi oleh kondisi ENSO (El Nino Southern Oscillation)

Gambar 5. Tren produktivitas PPN Pengambengan.

Gambar 6. Tren produktivitas penangkapan lemuru.

Berikut disajikan kondisi CPUE dan upaya sebagai indicator produktivitas total terhadap fluktuasi nilai SOI. Hasil plot tersebut menunjukkan hal yang sedikit kontradiktif, dimana pengaruh fluktuasi SOI hanya terlihat nyata pada tahun 2010. Kondisi tahun 2010 merupakan kondisi periode La Nina, dimana curah hujan akan tinggi. Kondisi SOI tahun 2010 menunjukkan nilai diatas normal (>10). Jika dilihat tren upaya yang menurun drastic di tahun 2010 disebabkan oleh lemuru yang meupakan target tangkap tidak tertangkap dalam berbulan-bulan, selain tiu juga dipearuhi oleh kondisi cuaca yang sering hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi.

Gambar 7. Fluktuasi CPUE terhadap kondisi SOI.

Gambar 8. Fluktuasi upaya terhadap kondisi SOI.

Sebagaimana diketahui komoditas utama di Selat Bali ialah lemuru.Berdasarkan data statistik produktivitas tahun 2007-2010 PPN Pengambengan komposisi lemuru sebesar 95,01% dan dua spesies yang mendominasi setelah lemuru ialah tongkol (2,99%) dan layang (2%).

Gambar 9. Komposisi hasil tangkapan pukat cincin.


Actions

Information

Leave a comment