Pemanfaatan SDI Cumi-cumi: Informasi mengenai perubahan iklim – Cirebon

25 07 2011

Cirebon, 27 Juni – 1 Juli 2011

 

Tim:

Reny Puspitasari

Setiya Tri Haryuni

Andhika Prima Prasetyo

 

PENDAHULUAN

Cumi-cumi merupakan salah satu sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis. Hasil tangkapan Cephalopoda dunia pada thaun 1977 sebesar 1,2 juta ton, meningkat menjadi 2,7 juta ton pada tahun 1992 (Hartati, 1998). Indonesia yang mempunyai wilayah perairan laut seluas sekitar 5,8 juta km2, hasil tangkapan cumi-cumi pada tahun 1995 hanya sekitar 27.575 ton atau 0,8% dari produksi total perikanan Indonesia. Chepalopoda terdiri dari 700 spesies yang telah diketahui hidup tersebar di lapisan permukaan laut, baik di perairan kutub maupun di perairan tropis (Hanlon & Messenger, 1996; Vecchione et al., 2001; Day, 2002). Beberapa Cepahlopoda memiliki nilai komersial dan merupakan salah satu sumberdaya hayati yang penting dalam sector perikanan laut (Roper at al. 1984).

Cephalopoda yang hidup di perairan Indonesia dan teridentifikasi berjumlah sekitar 100 jenis, namun yang memiliki nilai komersial berjumlah sekitar 24 jenis (Djajasasmita et al., 1993). Salah satu jenis cumi-cumi yang tersebar di seluruh pesisir laut Indonesia dan memilki potensi yang cukup besar adalah Sepioteuthis lessoniana (Chikuni, 1983). Cumi-cumi jantan dapat mencapai ukuran panjang mantel 36 cm dengan bobot tubuh 1,8 kg, sedangkan yang betina mampu mencapai ukuran mantel 8-20 cm (Silas et al., 1982 vide Roper et al., 1984).

Potensi sumberdaya perikanan Cirebon menunjukkan kondisi yang memungkinkan untuk dikembangkan. Sumberdaya tersebut didukung pula oleh lokasi daerah yang strategis sebagai jalur perekonomia regional dan nasional. Berdasarkan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan  Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia (2006) produksi total Kabupaten Cirebon sebesar 19.875 ton. Dimana sentra perikanan di Kabupaten Cirebon terdiri dari 5 lokasi, yaitu: Babakan, Astanajapura, Mundu, Cirebon Utara, Kapetakan. Cirebon adalah salah satu tempat pendaratan ikan pelagis kecil di Utara Jawa yang. Aktifitas perikanan di Kabupaten Cirebon difasilitasi oleh pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan. Armada penangkapan yang dominan berbasis di PPN Kejawanan adalah pancing cumi yang menggunakan alat bantu lampu. Hasil tangkapan utama nelayan Cirebon ialah ikan kembung dan cumi-cumi. Namun akhir-akhir ini dilaporkan produksi perikanan tangkapan di Kabupaten Cirebon menurun. Hal tersebut disebabkan oleh ombak besar akhir Desember 2010 sampai sekarang, sehingga nelayan tidak berani berlayar jauh (Anonimus, 2011). Oleh karena itu Cirebon dipilih sebagai salah satu lokasi penelitian dalam kegiatan ini.

 

METODE

 

Kegiatan survey dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan dan  tempat pendaratan ikan (TPI) di Kabupaten Cirebon. Survey dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan mengambil sample untuk mendapatkan data biologi cumi-cumi. Adapun data yang diperoleh berupa :

1. Data statistik perikanan PPN Kejawanan tahun 2010

2. Data Produksi bulanan peralat tangkap tahun 2005-2010

3. Data jumlah kapal

4. Data produksi perikanan Kabupaten Cirebon tahun 2005-2009

5. Data sampling cumi-cumi

 

HASIL

Dari hasil pengamatan di tempat-tempat perdaratan ikan, jenis cumi-cumi yang didaratkan di Cirebon terdapat tiga (tiga) jenis, yaitu, Loligo duvaucelli,Loligo chinensi, Loligo vulgaris. Untuk mendapatkan gambaran biologi cumi-cumi ini, dilakukan pengambilan sampel secara acak dari hasil tangkapan jaring apolo yang beroperasi di perairan Cirebon. Hasil pengamatan sampel cumi-cumi ini dapat dilihat seperti terlihat dibawah ini.

Komposisi jenis dan nisbah kelamin

 

Gambar 1. Komposisi spesies hasil tangkapan dan nisbah kelamin.

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa cumi-cumi dengan spesies L. duvaucelli lebih banyak tersampling, kemudian L. Chinensis dan L. Vulagaris. Untuk jenis  L. Duvaucelli komposisi jantan dan betina sangat kontras, yakni 84:16. Sedangkan L. Chinensis memiliki rasio kelamin J:B sebesar 71:28. Adapun L. Vulagaris memilik rasio kelamin hampir seimbang, yakni J:B sebesar 63:57.

 

 

Gambar 2. Komposisi spesies hasil tangkapan dan tingkat kematangan gonad.

Jika dilihat tingkat kematangan gonad masing-masing spesie cumi-cumi seperti telihat pada Gambar 2. Jenis spesies L. duvaucelli TKG dominan ada pada TKG tingkat 2 (belum matang/40%). Jenis L. Chinensis dominan berada pada kondisi TKG tingkat 2 (belum matang/34%). Sedangkan L. Vulagaris umumnya berada pada kondisi TKG tingkat 2 (belum matang gonad/87%).


 

Hubungan panjang dan TKG

Sebaran tingkat TKG terhadap panjang untuk jenis L. duvaucelli seperti terlihat pada Gambar 3 menunjukkan ada over-lapping panjang mantel yang sama terhadap tingkat TKG yang berbeda dengan kisaran panjang 4-12 cm). Jenis L. Chinensis ada pergeseran tingkat kematangan gonad terhadappanjang mantel, yakni sebesar 1-3 cm (Gambar 4). Sedangkan hubungan panjang dan TKG untuk jenis L. Vulagaris belum bisa dibahas karena sampling yang masih terlalu sedikit (Gambar 5).

 

Gambar 3. Hubungan panjang dan TKG Loligo duvaucelli.

 

 

Gambar 4. Hubungan panjang berat Loligo chinensis.

 

 

Gambar 5. Hubungan panjang berat Loligo vulgaris.

 


 

Hubungan panjang-berat

Hasil analisis panjang-berat ketiga jenis cumi-cumi yang berhasil disampling L. Duvaucelli, L. Chinensis dan L. Vulagaris diperoleh nilai a berturut-turut  0,097; 0,358; dan – (belum bisa dianalisis, karena minimnya data). Sedang nilai b diperoleh berturut-turut 2,60; 2,21; dan – (belum bisa dianalisis, karena minimnya data) (Gambar 6, 7 dan 8).

 

Gambar 6. Hubungan panjang-berat Loligo chinensis.

 

 

Gambar 7. Hubungan panjang-berat Loligo duvaucelli.

 

 

Gambar 8. Hubungan panjang-berat Loligo vulgaris.

 

Frekunsi Panjang

Hasil histogram panjang matel ketiga jenis cumi-cumi diketahui bahawa spesies L. Duvaucelli umumnya sampel yang diperoleh berukuran panjang 4-6 cm (Gambar 9). Jenis L. Chinensis memiliki panjang dominan pada ukuran 6-7 cm (Gambar 10). Sedangkan L. Vulagaris memiliki kisaran yang seimbang di masing-mnasing kisaran panjang (perlu penambahan data) (Gambar 11).

 

Gambar 9. Kisaran panjang Loligo duvaucelli.

 

Gambar 10. Kisaran panjang Loligo chinensis.

 

Gambar 11. Kisaran panjang Loligo vulgaris.

 

PENANGKAPAN

Pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi oleh armada penangkapan yang berbasis di Cirebon dilakukan oleh beberapa alat tangkap, yaitu bouke ami (stick held dip net), bagan dan jaring appolo (mini trawl). Walaupun demikian ada juga alat tangkap lain yang berbasisi di PPN Kejawanan, namun tidak menergetkan cumi-cumi yaitu jaring liong bun (gillnet pari dan cucut) serta bubu.

Bouke ami merupakan alat tangkap yang paling dominan memanfaatkan cumi dalam skala besar. Kapal bouke ami di PPN Kejawanan memiliki ukuran kapal dengan kisaran 19-118 GT, dengan lama hari melaut 2-3 bulan tergantung jumlah hasil tangkapan. Bouke ami sendiri termasuk kedalam klasifikasi jaring angkat (lift net) dimana jaring dipasang disatu sisi kapal saja. Dalam operasinya bouke ami menggunakan alat bantu lampu dengan daya 1000-1500 watt sebanyak 24-90 buah. Dalam satu hari dilakukan 5-8 kali setting, dimana lama waktu yang dibutuhkan 1 jam untuk setting dan ½ jam untuk hauling. Dengan waktu tunggu ½ jam. Operasi penangkapan dilakukan pada malam hari mulai dari jam 6 sore hingga jam 5 pagi. Frame jaring yang digunakan berukuran 8-16 meter dengan kedalaman jaring 10-15 m; mesh size 1 inch. Kapal penangkapan dlengkapi dengan palka untuk menyimpan hasil tangkapan sebanyak 8 buah dengan kapasitas 8 ton/palka. Pada perikanan bouke ami hasil tangkapan langsung dikemas diatas kapal, disortir berdasarkan ukuran dan jenis. Umumnya 1 bungkus/pack memiliki berat ±10 Kg.

 

Gambar ?. Kapal bouke ami.

 

 

Gambar ?. Operasi penangkapan bouke ami.

 

Selain dimanfaatkan oleh bouke ami, cumi-cumi juga tertangkap dengan jaring appolo, nama lokal untuk mini trawl. Namun alat tangkap tersebut tidak berbasis di PPN Kejawanan, namun berbasis di TPI (Tempat Pendaratan Ikan) yang merupakan daerah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten, yakni di TPI Gebang, Sambung Mulyo dan Karang Reja. Ukuran armada penangkapan appolo didaerah tersebut hampir seragam. Kapal yang digunakan berukuran 8 x 2,8 x 1,5 m (4 GT) dengan dua mesin kapal @ 24 PK berbahan bakar solar diawaki oleh 2-3 ABK. Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk ke daerah penangkapan ialah 4-5 jam dengan lama operasi 2-3 hari. Dalam satu hari dilakukan 4 kali setting. Trawling dilakukan selama 3-4 jam. Menggunakan alat bantu winch yang dihubungkan dengan mesin kapal. Panjang alat tangkap tangkap yang digunakan ±37,5 meter (12 sayap; 18 badan; dan 7,5 buntut). Pelampung yang digunakan berjumlah 6 buah. Jaring ini juga dilangkpi dengan siwakan (otter board) berukuran 50×70 m. Tali selambar yang digunakan sepanjang 60-70 m tergantung kedalamn dasar perairan. Kapal ini memiliki izin resmi berupa garpas (pas kecil).

 

 

DAERAH PENANGKAPAN

Berdasarkan hasil wawancara dan data SIPI kapal diperoleh daerah penangkapan armada penangkapan yang berbasisi di PPN Kejawanan dan TPI di Kabupaten. Daerahnya ialah: Laut Jawa; Laut Natuna; Selat Karimata; Selat Makasar; Perairan Laut Utara Jawa; Laut Cina Selatan; Laut Flores serta Laut Timor

 

Gambar ?. Daerah penangkapan bouke ami yang berbasisi di PPN Kejawanan.

 

 

Gambar ?. Daerah penangkapan jaring appolo yang berbasis di TPI di wilayah Kabupaten.

 

PRODUKSI

Berdasarkan data dari PPN Kejawanan, data produksi cumi-cumi dibedakan dalam tiga sumber, yaitu PPN Kejawanan, perusahaan dan pasar ikan. Produksi cumi-cumi di Cirebon baru ada pada tahun 2004, dimana pada tahun-tahun sebelumnya hasil tangkapan cumi tidak didaratkan di Cirebon melainkan di tempat lain (contohnya muara angke). Hasil tangkapan cumi bukan merupakan hasil tangkapan yang paling besar, produksinya hanya sekitar 21-22 % dari total hasil tangkapan. Kecenderungan produksi di Cirebon mulai meningkat sejak tahun 2004 hingga 2008 yang mencapai ± 850 ton, lalu turun di tahun berikutnya.

 

Gambar ?. Produksi perikanan berdasarkan sumber informasi.

 

Adapun produksi cumi-cumi berdasarkan data PPN Kejawanan menunjukkan fluktuasi menurut musim dan kecenderungan meningkat. Produksi cumi-cumi tinggi pada akhir tahun Oktober-Desember setiap tahunnya. Kecenderungan musim penangkapan juga didukung oleh kencederungan aktifitas penangkapan, terlihat bahwa aktifitas kapal keluar tertinggi terjadi saat mendekati bulan oktober. Sedangkan aktifitas kapal rendah pada awal tahun.

 

 

 

Gambar ?. Produksi bulanan cumi-cumi di PPN Kejawanan

 

 

Gambar ?.          Aktifitas kapal bouke ami.

 

Sumber:

–          Sri Hartini, SP, S.Pi (Kasie. Pengembangan PPN Kejawanan)

–          Jajang, S.St.Pi (Staf Syahbandar PPN Kejawanan)

–          ABK Kapal Bouke Ami

–          Sudarto, S.Pi (Staf Bidang Perikanan Tangkap – Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Cirebon)

–          Sobhik, S.St.Pi (Staf Bidang Perikanan Tangkap – Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Cirebon)

–          Sunandar (Kepala TPI Gebang)

–          Najib (Kepala KUD Karang Reja)

–          Karnaji (Kepala KUD Sambung Mulyo)